Kamis, 25 April 2013

OTOT POLOS VISCERAL




Aktivitas listrik dan aktifitas mekanik
Kekhasan otot polos visceral adalah ketidakmantaban potensial membrannya dan adanya kontraksi-kontraksi yang berkesinambungan, tidak teratur, yang tidak bergantung kepada persyarafannya. Kontraksi parsial yang tiada hentinya itu disebut sebagai tonus. Potensial membrantidak mempunyai nilai potensial “istirahat” yang, sebenarnya, relative rendah saat jaringan tersebut aktida, dan lebih tinggi bila dihambat, tetapi pada masa masa yang relative tenang, rata-rata nilai potensial membrane istirahatnya sekitar -50mV. Berimpitan pada potensial membrane, terdapat berbagtai jenis gelombang. Tampak adanya gambaran fluktuasi yang menyerupai gelombang sinusoid lambat dengan amplitude beberapa milivolts, dan gelombang-gelombang runcing potensial aksi yang kadang melampaui garis potensial nol, kadang tidak dalam banyak jaringan otot polos, gelombang potensial aksi seperti itu berdurasi sekitar 50mdet. Tetapi di beberapa jaringan otot polos, potensial aksinya memperlihatkan dataran (plateau) memanjang selama repolarisasi, seperti potensial aksi otot jantung. Potensial aksi dapat muncul pada saat naik atau turunnya osilasi gelombang sinusoid. Juga terdapat potensial pemicu seperti yang terdapat pada sel-sel picu jantung. Namun, di otot polos, potensial pemicu ini tercetus dari banyak focus yang berpindah dari sati tempat ke tempat lain. Potensial aksi yang tercetus di focus-fokus pemicu, dihantarkan untuk jarak tertentu pada otot. Oleh karena kegiatannya yang berkesinambungan, hubungan antara peristiwa listrik dan mekanik di otot polos visceral sulit untuk dipelajari, tetapi dengan menggunakan sediaan otot polos yang relative tidak aktif, potensial aksi tunggal dapat dibangkitkan. Otot mulai berkontraksi kira-kira 200mdet setelah mulainya potensial aksi. Puncak kontraksi dicapai selama 500mdet setelah potensial aksi. Jadi, proses eksitasi-kontraksi otot polos visceral adalah proses yanhg sangat lambat dibandingkan dengan yang terjadi pada otot rangka dan otot jantung, yang jarak waktu antara mulainya kontraksi kurang dari 10 mdet.

Dasar molecular kontraksi
                Ca2+ berperan dalam inisiasi kontraksi otot polos, seperti halnya pada otot rangka. Akan tetapi, secara umum reticulum sarkoplasmik otot polos visceral kurang berkembang, dan peningkatan kadar Ca2+ intrasel yang membangkitkan kontraksi disebabkan terutama oleh influx Ca2+ dari CES melalui saluran Ca2+ yang memiliki bergerbang voltasi. Di samping itu, myosin otot polos harus terfosforilasi untuk dapat menggiatkan myosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi myosin juga terjadi pada otot rangka, tetapi fosdforilasi pada otot rangka tidak diperlukan untuk pengaktifan ATPase. Pada otot polos, Ca2+ berikatan dengan kalmodulin, dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan kinase myosin rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin, yaitu enzim katalisator proses fosforilasi myosin rantai tipis pada serin di posisis 19. Fosforilasi ini akan mengaktifkan ATPase myosin, dan aktin kemudian bergeser pada myosin, menghasilkan kontraksi. Berbeda dengan otot rangka dan otot jantung, yang kontraksinya  dipicu oleh pengikatan Ca2+ pada troponin C.
                Myosin mengalami defosforilasi oleh  fosfatase myosin yang terdapat dalam sel. Enzim ini dihambat oleh fosforilasi, dan diaktifkan oleh defosforilasi. Defosforilasi fosfatase myosin terjadi oleh rho-associated kinase yang diaktifkan oleh ligand, yang akan menghambat kegiatan otot polos. Namun, otot defosforilasi kinase rantai tipis myosin ini tidak berarti akan menyebabkan relaksasi otot polos. Bahkan, tampaknya otot polos mempunyai mekanisme “jembatan pengunci” (latch bridge), yang mempertahankan ikatan antara jembatan silang (cross bridge) myosin dengan aktin untuk ebberapa saat setelah konsentrasi Ca2+ menurun. Dengan demikian, kontraksi akan bertahan dengan penggunaan energy yang kecil, yang pentingterutama pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot kemungkinan terjadi terjadi bila proses disosiasi kompleks Ca2+ -kalmodium telah berakhir, atau bila terjadi mekanisme lain. Kejadian di otot polos multi unit pada dasarnya serupa.
                Perlu diperhatikan perbedaan-perbedaan antara otot jantung dan otot polos pembuluh darah, karena keduanya berperan dalam pengendalian fungsi kerdiovaskular. Pada jantung, respons bersifat fasik, yaitu kontraksi bergantian dengan relaksasi, sedangkan pada otot polos, kontraksi sering bersifat tonik karena adanya mekanisme “jembatan pengunci”. Disamping itu, peningkatan kadar AMP siklik intrasel meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sedangkan AMP siklik mengakibatkan relaksasi otot polos vascular karena AMP siklik menghambat proses fosforilasi kinase myosin rantai ringan
Perangsangan
Otot polos visceral bersifat unik, tidak seperti jenis otot lain, otot polos visceral berkontraksi bila teregang tanpa persyarafan ekstrinsik. Peregangan diikuti oleh penurunan potensi membrane, peningkatan frekuensi potensial aksi, dan peningkatan tonus secara umum.
                Bila sediaan otot polos usus halus yang ditata untuk perekaman potensial aksi intrasel in vitro diberi epinefrin atau norepinefrin, potensial membrane biasanya meningkat, frekuensi potensial aksi menurun, dan otot relaksasi. Norepinefrin merupakan mediator kimia yang dilepaskan di ujunt- syaraf noradrenergin, dan perangsangan syaraf noradrenergin pada sediaan itu menghasilkan potensial hambatan,. Perangsangan syaraf noradregenik pada usus menghambat kontraksi in vivo. Norepinefrin mempengaruhi oto polos melalui reseptor a dan b. penggiatan reseptor b, yang menurunkan tegangan otot sebagai respons terhadap rangsang, berlangsung melalui AMP siklik dan mungkin disebabkan oleh meningkatnya pengikatan Ca2+ intrasel. Penggiatan reseptor a, yang juga menghambat kontraksi , disebabkan oleh meningkatnya efluks Ca2+ +dari sel-sel otot
                Asetilkolin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan norepinefrin terhadap potensial  membrane dan kegiatan kontraksi otot polos usus halus. Bila asetilkolin diberikan pada cairan perendam sediaan otot polos in vitro, potensial membrane menurun dan frekuensi potensial aksi meningkat. Otot menjadi lebih aktif, dengan meningkatnya kontraksi tonik dan jumlah kontraksi ritmik. Hal ini berlangsung dfengan perantaraan fosfolipasi C dan IP3, yang meningkatkan konsentrasi Ca2+ intrasel. Pada hewan hidup, perangsangan syaraf kolinergik menyebabkan pelepasan asetilkolin, potensial usus, in vitro, hal yang serupa timbul akibat suhu dingin dan peregangan
 Fungsi persyarafan pada otot polos
Efek asetilkoliun dan norepinefrin pada otot polos visceral mempunyai makna untuk menegaskan kedua sifat penting otot polos :
1.       Kegiatan spontan otot polos visceral tanpa adanya rangsang syaraf,
2.       Kepekaannya terhadap zat kimia yang dilepaskan syaraf setempat atau yang dibawa dalam aliran darah.
Pada mamalia, otot visceral biasanya mempunyai persyarafan ganda dari kedua divisi system syaraf otonom. Struktur dan fungsi hubungan syaraf otonom. Fungsi persyarafan bukan untuk memicu, tetapi untuk memodifikasi gerakan otot. Perangsangan idivisi yang lain telah menurunkannya. Namun, pada beberapa organ otot polos, sedangkan perangsangan kolinergik menurunkannya
Hubungan panjang dan tegangan plastisitas
Cirri khas otot polos adalah keragaman tegangan yang dihasilkan pada setiap panjang tertentu, biloa sepotong otot polos direnganggkan, mula-mula terjadi peningkatan tegangan. Namun bila otot itu ditarik lebih panjang lagi setelah direnggangkan, tanganku berangsur menurun. Kadang –kadang tegangan menurun sampai atau di bawah tingkat tegangan otot sebelum direnggangkan. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk membandingkan panjang dan tegangan yang timbul secara tepat. Dan panjang istirahat tidak dapat di tetapkan. Jadi, dalam beberapa hal, otot polos lebih bersifat seperti massa yang kental daripada bersifat seperti strujktur jaringan yang kaku, dan sifat inilah yang dikenal sebagai plastisipatis otot polos
Wujud sifat plastisitas dapat diperlihatkan pada manusia hidup. Misalnya, tegangan yang dihasilkan oleh dinding otot polos kandung kemih dapat diukur pada berbagai derajat peregangan ketika cairan dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui kateter, mula-mula  terdapat peningkatan tegangan yang relative kecil ketika volume ditingkatkan, karena plastisitas dinding kandung kemih. Namun, akhirnya tercapai suatu titik saat kandung kemih berkontraksi dengan kuat
Otot polos multi unit
Berbeda dengan otot polos visceral, otot polos multi unit tidak mempunyai sinsitium dan kontraksi tidak menyebar melalui sinstium, oleh karena itu, kontraksi otot polos multi unit lebih jelas, halus, terlokalisasi dibandingkan dengan otot polos visceral. Seperti otot polos visceral, otot polos multi unit sangat peka terhadap zat-zat kimia yang ada dalam peredaran darah, dan terangsang oleh neurotransmitter yang dilepaskan di ujung-ujung syaraf motorik yang mempersyarafinya. Khususnya norepinefrin cenderung menetap dan menimbulkan pencetusan potensial aksi yang berulang, dan bukan suatu potensial aksi tunggal, setelah suatu rangsang tunggal, oleh karena itu, respons kontraktil yang dihasilkan biasanya merupakan kontraksi tetanus yang tidak teratur, dan bukan suatu kontraksi kedutan tunggal. Bila kontraksi kedutan tunggal yang dihasilkan, kontraksinya menyerupai kontraksi kedutan otot rangka, tetapi berlangsung 10 kali lebih lama

TUMOR




Apa itu Tumor

Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa (solid/padat) atau jaringan abnormal dalam tubuh. Massa ini timbul sebagai akibat dari ketidak-seimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Selain itu juga biasanya tidak berguna dan tidak diperlukan oleh tubuh. Tumor berbeda dengan kista (cairan) ataupun abses (bisul). Tumor ada 2: tumor jinak dan tumor ganas (kanker). Di Indonesia sendiri, istilah tumor lebih mengacu kepada tumor jinak.

Tumor jinak, tidak selalu berarti ‘tidak berbahaya’, meskipun sebagian besar biasanya tidak berbahaya. Sebuah tumor jinak (benign tumor) masih dapat berkembang, dan bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan, syaraf atau organ di dekatnya. Tergantung lokasi dan besarnya, tumor masih dapat menjadi penyakit yang serius dan membahayakan jiwa, seperti: tumor otak.
Penyebab.
Tumor biasanya disebabkan oleh adanya mutasi DNA di dalam sel, akumulasi dari mutasi-mutasi ini menyebabkan timbulnya tumor. Tumor ini bisa dipicu oleh paparan bahan kimia, paparan alkohol yang terlalu banyak, racun dari makanan atau lingkungan, paparan sinar ultraviolet yang berlebihan, faktor genetika virus atau radiasi.


Gejala & Pengobatan Tumor

Gejala tumor biasanya berbentuk benjolan yang terlihat pada bagian tubuh dan tidak sakit. Bila sudah mengganggu jaringan sekitarnya, dokter dapat menyarankan operasi pengangkatan (pembedahan). Saat ini teknik pembedahan sudah berkembang pesat, bahkan melibatkan teknologi bedah laser, maupun cryosurgery (pembekuan) tumor.
Gejala tumor tergantung dari lokasinya. Misalkan tumor pada paru-paru memiliki gejala batuk, sesak napas, nyeri dada. Tumor di usus menyebabkan penurunan berat badan, diare, sembelit, anemia dan ada darah dalam tinja.
Tapi kebanyakan tumor juga tidak menimbulkan gejala dan gejalanya baru muncul setelah penyakitnya masuk stadium lanjut. Tapi gejala tumor yang paling umum adalah sering merasa panas dingin (demam), mudah lelah, kehilangan nafsu makan, rasa tidak enak di badan, sering berkeringat saat tidur malam hari, dan berat badan menyusut.




Jenis-Jenis Tumor :
Tumor Jinak
Tumor dikatakan jinak ukurannya di bawah 1-2 cm dan cenderung tidak mengalami perkembangan dan lokasinya menetap dan tidak menyebar atau merusak jaringan lainnya.
Tapi bila dalam pengamatan ada kecenderungan membesar apalagi bila ukurannya sudah melebihi 2 cm maka tumor bisa menjadi ganas (tumor ganas) karena bersifat menyebar, merusak jaringan sekitarnya yang sering disebut kanker.
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh. Tumor adalah penyakit yang umumnya timbul akibat mutasi genetik sehingga sel jaringan bertumbuh abnormal akibat kehilangan kendali atas pertumbuhannya dan fungsinya berbeda dari sel normal. Pada umumnya, tumor jinak dapat menyerang laki-laki maupun perempuan dengan prevalensi yang sama.
Tumor jinak kelenjar parotis umumnya benjolan soliter pada daerah pipi di depan telinga, namun tidak nyeri. Butuh waktu bertahun-tahun untuk pertumbuhan tumor dan amat jarang menyebabkan kematian. Tumor parotis baru teraba efektif bila ukuran benjolan telah mencapai 2,5 sentimeter.
Pada pemeriksaan medis, tumor teraba sebagai benjolan keras, bulat, tidak nyeri tekan, permukaan licin, dan tidak terdapat ulserasi. Tumor jinak pada kelenjar parotis sebagian besar berupa adenoma pleomorfik dan tumor Warthin. Tumor jinak hampir selalu dapat diterapi dengan pembedahan dan hasil yang memuaskan (prognosis baik). Sangat jarang berkembang menjadi tumor ganas (kanker).
Bilamana tumor jinak tidak diterapi, maka membuka peluang untuk terjadi tumor ganas. Selain itu perubahan tumor jinak menjadi tumor ganas disebabkan oleh operasi pengangkatan tumor yang tidak sempurna, sehingga memungkinkan untuk kambuh (rekuren).
Operasi pengangkatan tumor atau kanker parotis perlu dila­kukan dengan penuh kehati-hatian. Lantaran nervus fasialis tak jarang melintas di tengah-tengah massa tumor. Bilamana nervus ini terpotong, maka akibatnya menimbulkan mniafestasi mulut mencong akibat lumpuhnya otot-otot wajah yang dipersyarafi oleh nervus fasialis ini (Bellís palsy).
Tumor  Ganas
Sel normal berubah menjadi sel kanker lantaran adanya kerusakan pada DNA (deoxyribonucleic acid).
Sementara kanker merupakan massa padat berupa himpunan dari sel kanker. Pertumbuhan yang cepat dari massa tumor boleh jadi berkaitan dengan perubahan ke arah keganasan (carcinoma, kanker). Tumor ganas yang terpenting pada kelenjar parotis adalah adenokarsinoma.
Kanker sangat jarang terjadi pada kelenjar ludah. Insidensi per tahun berkisar satu diantara 100.000 penduduk di Amerika Serikat. Menyerang pada individu usia di atas 65 tahun. Radiasi pada daerah leher dan kepala merupakan faktor risiko unuk kejadian kanker pada kelenjar parotis. Selain itu diet minim sayur dan buah-buahan.
Sel kanker dan memiliki kemampuan untuk menginvasi jaringan sekitar, terutama nervus fasialis. Keterlibatan saraf fasialis (saraf kranial ketujuh) umumnya sebagai pertanda adanaya proses keganasan pada kelenjar parotis. Kerusakan nervus fasialis oleh invasi sel tumor menimbulkan manifestasi berupa penderita tidak mampu mengernyitkan dahi atau menutup mata. Begitu pula penderita tidak mampu bersiul, meringis atau tersenyum.
Selain itu, tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area retromandibular dari kelenjar parotis dan dapat menginvasi lobus profunda kemudian melewati ruangan parafaringeal, sehingga dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, gangguan pada telinga.
Selanjutnya dapat melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang petrosus, lubang telinga dan sendi temporomandibular.
Sekitar 80 persen pembesaran kelenjar parotis berupa tumor jinak. Radiasi, status nutrisi dan terpapar logam berat merupakan faktor risiko untuk terjadinya tumor atau kekambuhan tumor pada kelenjar parotis.

Fibroma

Mengacu pada semua jenis tumor yang mengandung serat jaringan epitel.

Neuro-fibromitosis

Neuro-fibromitosis adalah tumor yang berasal dari jaringan ikat pembungkus saraf tepi, yang diturunkan secara genetik, dan biasanya lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.

Neuro-fibromitosis bermanifestasi pada kulit sebagai suatu benjolan-benjolan lunak berbatas tegas, tidak nyeri, mudah digerakkan, serta ditemukan adanya bercak yang berwarna merah sampai cokelat. Benjolan-benjolan ini, penyebarannya bisa sampai ke semua anggota tubuh, dari kepala sampai kaki, sepanjang saraf tepi.

Pada beberapa penderita, pertumbuhan ini menimbulkan masalah, seperti: hilangnya elastisitas pembuluh darah ginjal, kekakuan saluran kelenjar air mata sehingga mata sering berair, optic glioma, gangguan pendengaran, dan gangguan pada tulang belakang seperti skoliosis, penyempitan tulang belakang dan gangguan tulang panjang seperti pseudoarthrosis.

Karena sifatnya genetik, maka belum ada pengobatan yang dapat menghentikan pertumbuhannya. Operasi pembedahan dan radiasi, biasanya dimaksudkan untuk memperkecil atau mengontrol perkembangannya saja. Bila tumbuh mendekati saraf, maka sarafnya juga harus diangkat.

Glioma

Glioma adalah jenis tumor yang dimulai di otak atau tulang belakang. Gejala glioma tergantung pada bagian mana dari sistem saraf pusat terpengaruh. Sebuah glioma otak bisa menyebabkan sakit kepala, mual dan muntah, kejang, dan gangguan saraf kranial sebagai akibat tekanan intrakranial meningkat.

Sebuah glioma pada saraf optik dapat menyebabkan hilangnya penglihatan. Glioma kabel spinal dapat menyebabkan rasa sakit, kelemahan, atau baal pada ekstremitas. Glioma dapat menyebar melalui cairan serebrospinal ke sumsum tulang belakang. Selanjutnya lihat artikel ‘Kanker Otak’ pada website ini.

Meningioma

Meningioma adalah tumor pada selaput pelindung otak, yang lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama usia 50-60 tahun. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Selanjutnya lihat artikel ‘Kanker Otak’ pada website ini.

Osteo-chondroma

Osteo-chondroma adalah tumor jinak tulang yang paling umum terjadi, terutama pada remaja usia 10-20 tahun. Penyebabnya biasanya mutasi gen, radiasi atau trauma.

Adenoma Adenoma adalah suatu tumor jinak dari kelenjar. Adenoma dapat tumbuh di banyak organ, misalnya: usus besar, kelenjar adrenal, kelenjar hipofisis, tiroid, dll Meskipun adenoma tergolong jinak, dari waktu ke waktu mereka dapat berkembang menjadi menjadi ganas (adenokarsinoma).

Fibroadenoma Mammae (FAM)

Fibroadenoma Mammae (FAM) adalah tumor jinak tidak berbahaya yang bisa timbul pada payudara remaja dan wanita berusia <30 tahun. Benjolan biasanya kecil, solid, kenyal, bulat elastis dengan batas tepi yang jelas. Diduga penyebabnya adalah kelebihan hormon estrogen. Tumor ini dapat membesar menjelang menstruasi atau pada saat kehamilan.
Pencegahan dan Terapi
Tumor jinak kelenjar parotis dapat mencapai ukuran besar namun tidak menginvasi jaringan normal se­kitarnya. Beda dengan tumor ganas (kanker), meski massa tumor masih berukuran kecil namun sudah mampu untuk menginavasi jaringan sekitarnya, bahkjan bermetatase jauh. 
Pemastian diagnosis tumor jinak atau tumor ganas kelenjar parotis lewat biopsi jarum halus, pemeriksaan radiologis tomografi computer atau MRI (magnetic resonance imaging).
Terapi pilihan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi pembedahan pengangkatn massa tumor (reseksi). Terapi pembedahan untuk tumor parotis berupa operasi pengangkatan kelenjar parotis (parotidektomi) total maupun parsial tergantung dari stadium dan histologi tumor.
Tumor yang invasif atau me­nyebar ke organ lain terkadang membutuhkan operasi peng­angkatan kelenjar parotis secara total.
Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca tindakan pembedahan terutama pada karsinoma kelenjar parotis yang inoperabel dimana tidak memungkinkan untuk dilakukan parotidektomi. Kombinasi  radiasiterapi dan kemoterapi diindikasikan untuk kanker kelenjar parotis dengan stadium akhir atau tumor yang kambuh kembali. (11)
Tumor secara harfiah berarti “pembengkakan” atau “pengerasan”. Tumor adalah semua jenis pembesaran atau pengerasan yang terbentuk dari neoplasma, massa jaringan yang disebabkan oleh perkembangan abnormal sel-sel (neo = “baru”, plasma = “sel”). Pertumbuhan sel-sel neoplasma melebihi dan tidak terkoordinasi dengan jaringan normal di sekitarnya sehingga membentuk benjolan atau tumor.
Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan yang tidak normal dari jaringan tubuh. Tumor terjadi ketika sel membelah berlebihan dalam tubuh. Tubuh selalu melakukan pembelahan sel untuk menggantikan sel-sel yang lama dan sudah mati dengan sel-sel baru. Jika keseimbangan pembelahan sel terganggu atau berjalan tidak normal maka disitulah tumor bisa terbentuk.
Pengobatan.
Jika tumor tidak membahayakan (tumor jinak) maka biasanya tidak diperlukan operasi dan dokter tidak melakukan perawatan apa-apa. Tapi jika sudah ada kecenderungan tumbuh membesar, pengangkatan atau operasi adalah jalan terbaik yang setelah itu dilanjutkan dengan kemoterapi atau raditerapi untuk mematikan jaringan agar tidak menyebar dan aktif lagi.

Selasa, 23 April 2013

Bell's Palsy


    Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. 
    Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.
Salah satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos)

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga terjadi pembengkakan pada saraf wajah sebagai reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah.

GEJALA

Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba.
Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah.

Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir.
Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal.

Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya di sisi yang terkena.
Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah.

Bell's palsy Ptosis


DIAGNOSA
A.    Anamnesa
- Rasa nyeri
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
-  Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
B.     Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :
1.      Mengerutkan dahi
2.      Memejamkan mata
3.      Mengembangkan cuping hidung
4.      Tersenyum
5.      Bersiul
6.      Mengencangkan kedua bibir
C.     Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
D.    Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.
DIAGNOSA BANDING
1.      Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.
Tanda dan gejala RHS meliputi:
·         Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah
·         Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi
·         Kesulitan menutup satu mata
·         Sakit telinga
·         Pendengaran berkurang
·         Dering di telinga (tinnitus)
·         Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
·         Perubahan dalam persepsi rasa
2.      Miller Fisher Syndrom
Miller Fisher syndrom adalah varian dari  Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.
TATA LAKSANA
1.      Istirahat terutama pada keadaan akut
2.      Medikamentosa 
a.                Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.
b.               Penggunaan obat- obat antivirus .  Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
c.                Perawatan mata:
·         Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.
·         Pelumas digunakan saat tidur: Dapat  digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
·         Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea
3.      Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang  lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi.
4.      Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
·            tidak terdapat penyembuhan spontan
·            tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison
ANATOMI 
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1.      Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).
2.      Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3.      Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.
4.      Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.

PENGOBATAN

Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.

Beberapa ahli percaya bahwa kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.
Apakah pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh, masih belum dapat dibuktikan.

Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka mata harus dilindungi dari kekeringan.
Tetes mata pelumas digunakan setiap beberapa jam.

Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan sarafnya bis membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.

Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah yang lumpuh.


PROGNOSIS

Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu 1-2 bulan.
Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar mengalami penyembuhan sempurna.

Untuk menentukan kemungkinan terjadinya penyembuhan total, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menguji saraf wajah dengan menggunakan rangsangan listrik.
Kadang saraf wajah membaik, tetapi membentuk hubungan yang abnormal yang menyebabkan timbulnya gerakan yang tidak dikehendaki pada beberapa otot wajah atau keluarnya air mata secara spontan.

KESIMPULAN 
Bell’s palsy adalah kelumpuhan akut dari nervus fasialis VII yang dapat menyebabkan gangguan pada indera pengecapan , yaitu pada dua per tiga anterior lidah.Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa dan jarang pada anak.
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah kausa yang jelas untuk lesi n. fasialis perifer disingkirkan. Terapi yang dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison, fisioterapi dan kalau perlu operasi